TRADISI SURAKAN INDRAMAYU DAN KEBIASAAN PRESIDEN MELEMPAR HADIAH

 

Orang Jawa pesisir Pantai Utara, terutama bagian barat sedikit ke tengah, pasti tahu Tradisi Surakan. Semacam upacara mengucap syukur, tolak bala atau membuang sial dengan mengumpulkan warga/tetangga, lalu melempar uang koin untuk diperebutkan. Si pemilik hajat terlihat bahagia juga orang-orang yang ikut dalam upacara ini saling bersorak, bergembira penuh tawa memunguti uang receh di tanah, jalan atau lantai yang sebelumnya diawur ke atas.

Tradisi ini, meski sudah menghilang, masih dilakukan warga Indramayu, baik itu perantauan atau di kampung halamannya sendiri. Dan itu dilakukan semua strata sosial, dari yang atas perkotaan sampai pedesaan. Teman gw, salah satu orang terkaya di Indramayu, Raden Fadly Sungkara Bratakusuma, juga mengaku sering melakukan hal itu sejak kecil. Orangtuanya, yang tinggal di daerah Pauman, Kota Indramayu, biasanya menggelar tradisi itu, saat ia menamatkan baca Iqro hingga khattam Al Quran.

Pemilik dan pewaris Kebun Binatang Bandung ini juga melihat tidak ada unsur merendahkan antar sesama saat tradisi ini dilakukan. Yang ada hanya keceriaan, baik itu keluarganya atau mereka yang saling berebut uang koin. Ia menyebut, ini adalah kearifan lokal yang harus dilestarikan.

Gw sendiri, berapa tahun lalu pernah ke Indramayu meliput cerita tentang perdagangan anak. Kebetulan juga ada seorang teman yang saat itu menjabat sebagai Kapolres Indramayu. Hampir dua hari disana dan berkunjung ke beberapa kecamatan tidak menjumpai Tradisi Surakan ini. Dan gw juga tidak mempunyai keluarga dari daerah ini, jadi kurang paham bagaimana asal muasal cerita tradisi ini. Pengen juga sih ngerasain melempar uang recah dan kemudian di perebutkan banyak orang.

Tradisi Surakan melempar hadiah ini, kembali gw ingat ketika Koran Tempo, edisi 06 September 2021, menurunkan laporan tentang, “ Kontroversi Bagi-bagi Bantuan ala Jokowi “. Dalam berita itu disebutkan, Presiden dengan nama lahir Mulyono ini, kerap melemparkan hadiah kepada rakyatnya serupa dengan Tradisi Surakan.

Memang apa yang dilakukan Bpk Mulyono ini banyak dikecam sebagian besar masyarakat kita. Karena dianggap melecehkan.  Dan yang terakhir yang bikin heboh adalah kejadian di Cirebon, Jawa Barat.  Ketika seorang pria dewasa dan anak kecil hingga rela ‘nyebur’ ke selokan berebut hadiah yang berupa kaos hitam.

Gw sendiri coba berpikir positif, tidak mau mengecam atau menyayangkan apa yang dilakukan Bpk Mulyono. Karena bisa jadi benar, apa yang dilakukan itu adalah melanjutkan tradisi dan Bpk Mulyono sedang melakukan upacara semacam berterimakasih, buang sial atau tolak bala. Terlebih di zaman sekarang ini dimana bangsa dan rakyat sedang banyak didera banyak masalah karena pandemi.

Aneh rasanya, bila apa yang dilakukan Bpk Mulyono ini yang dilakukan sejak ia menjabat tujuh tahun lalu hingga kini banyak dikecam tapi tetap dilakukan. Seolah tidak peduli. Dan wajar saja bila ada anggapan, bisa jadi juga apa yang dilakukan itu tidak hanya sekedar membagi-bagi hadiah dengan cara dilempar dari dalam mobil. Tapi ada makna lain yang diingin dilakukan, ya, semacam Tradisi Surakan ini, lah !

Dan ini pendapat gw pribadi, yang bisa juga salah, karena dalam Tradisi Surakan ini ada hal yang diminta. Apa itu ? Ya, hanya si pemilik hajat dan Tuhan yang tahu. Sebagai seorang pemimpin bisa saja, Bpk Mulyono ini ingin bangsa ini makin maju dan berkembang dimasa kepemimpinannya,. Yang belakangan memang terhambat karena Pandemi. Beliau ingin, misal seperti apa yang banyak kalangan duga, menambah satu periode lagi masa kepresidenannya,. Atau malah bisa memperpanjang masa jabatannya hingga dua atau tiga tahun lagi.

Dalam istilah Jawa, Bpk Mulyono tidak ingin “ Tinggal Glanggang Colong Playu” atau Meninggalkan tanggung jawab disaat banyak masalah. Beliau sepertinya ingin menyelesaikan masalah terlebih dahulu baru meletakkan jabatannya. Karena itulah, wacana tiga periode atau penambahan masa jabatan, yang warna jelas ditolak, kini dengan warna abu-abu dipertimbangan.

Untuk pilihan pertama, nambah satu periode sepertinya sulit. Karena tetap harus mengelar pemilu, yang sejatinya emang harus dihindari. Terlebih bila masa pandemi yang terus dikondisikan dengan banyak pembatasan. Bisa repot juga lagian, kalo Bpk Soes alias Mas Bambang dan Daeng Ucup kembali mencalonkan diri. Yang paling realitis adalah memperpanjang masa jabatan, tanpa harus ada pemilihan lagi.

Dan itu bisa sangat dilakukan,. Karena secara formalitas ketatanegaraan hanya bisa dilakukan di parlemen,. Dan parlemen, sebagaimana banyak pendapat pengamat, saat ini sudah dalam genggaman. Beres itu ! Sementara soal reaksi publik dalam hal ini rakyat, juga bisa dikondisikan. Pengawal-pengawal bpk Mulyono ini sangat canggih dan terlatih dengan jumlah yang tidak diketahui untuk mempengaruhi opini publik.

Buat tokoh atau pengamat yang dianggap merecoki bisa dengan mudah dibuat diam, dengan metode tertentu. Media ? Bisa diatur juga boss,. Aman ! Gak ada yang tidak mungkin yang bisa dilakukan,. Setidaknya hal ini merujuk dari banyak peristiwa heboh sebelumnya yang bisa diredam dengan sempurna. Dibuat semcam kucing mengeong, tukang terompet berlalu.

Bila kondisi ini terjadi, ya, Bpk Mulyono bisa membuat perekonomian Indonesia meroket sebagaimana janjinya saat ia menjabat,. Dan mega proyek pemindahan Ibukota akan sesuai rencana juga banyak proyek infrastruktur lainnya selesai. Kira-kira begitu pendapat suka-suka gw,.

Sebagaimana Tradisi Surakan, teman gw Fadly juga berjanj akan menggelar Surakan Akbar bila warisannya yang ratusan milyar cair, bisa jadi juga akan dilakukan Bpk Mulyono. Bakal seru juga kalo Bpk Mulyono melempar koin receh atau hadiah laiinnya dari puncak Monas. Atau malah dari atas Helikopter Kepresidenan yang telah diwarnai merah putih.

Wah, keren ! Dan gw ngeri-ngeri sedap juga menulis ini,. Huaahahahahahaha ! – Imam Nugroho.

Comments

Popular posts from this blog

SURAT TERBUKA BUAT KAPOLRI

KETIKA PEJABAT TINGGI BERLOMBA SUNTIK VAKSIN BOOSTER

KISAH VERZET, TIM SEPAKBOLA PALING BERANI IBUKOTA