KEYNAN BUTUH GANJA UNTUK OBAT
Nafiah Murhayanti atau Novi, ibu muda asal Jogja ini ingat betul saat melahirkan Keynan sebelas tahun yang lalu. Bayinya tidak spontan menangis seperti kebanyakan bayi baru lahir lainnya.
Keynan lahir prematur, satu bulan lebih awal dari hitungan normal kelahiran, dengan berat badan rendah. Namun, setelah dua minggu dirawat, berat badan Keynan sudah bertambah dan diperbolehkan pulang ke rumah.
Tanda-tanda kelainan Keynan, dijelaskan Novi, saat bayi nya berada di rumah. Keynan sangat sering menangis. Dari 24 jam sehari, bayinya hanya tenang tiga atau empat jam . Awalnya ia menduga, bayi Keynan ini menangis karena kepanasan sehingga memerlukan penyejuk ruangan. Akan tetapi, setelah kamar dan ruangnya di beri penyejuk ruangan, Keynan saja tetap menangis.
Di hari ke 40 kelahirannya, kabar buruk diterima keluarga Novi, usai membawa dan memeriksa Keynan ke dokter. Berdasarkan diagnosa, otak bayinya sudah banyak mengalami kerusakan karena kejang yang tidak tertangani.
Derita terus dialami Novi dan bayinya, karena sejak saat itu, kondisi kejang Keynan menjadi keseharian Novi. Ketika itu Novi belum tahu penyakit apa yang diderita anak semata wayangnya itu. Baru belakangan Novi mengetahui bayinya mengidap cerebral palsy atau kelumpuhan otak.
Keynan ternyata tidak sendiri, banyak anak serupa yang mengalami penderitaan yang sama dan mereka tergabung dalam komunitas Wahana Keluarga Cerebral Palsy, sebuah komunitas orangtua yang memiliki anak cerebral palsy di Jogja.
Di tempat ini lah, Novi bertemu dengan Dwi Pertiwi, seorang ibu dari Musa, bayi penyintas cerebral palsy. Dwi bisa jadi lebih beruntung, bisa membawa anaknya berobat ke Austalia dan menjalani terapi asap Ganja. Dwi mengaku, sejak 2016 atau setelah menjalani terapi Ganja, kondisi anaknya semakin membaik. Tidak lagi tersiksa karena kejang-kejang,.
Pengalaman terapi ganja inilah menjadi alasan mengapa Dwi, dan juga Nafiah, kemudian mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Ibu-ibu meminta negara dan hukum mensahkan ganja medis untuk kepentingan kesehatan anaknya. Mereka menilai terapi pengobatan dengan ganja ini adalah satu-satunya cara untuk memperjuangkan kesembuhan anak-anak mereka.
Sebelumnya di 2017, juga pernah geger ketika Fidelis Arie Sudarwoto yang menanam ganja untuk kepentingan kesehatan istrinya. Fidelis harus menjalani hukuman 8 bulan penjara karena meramu tanaman ganja untuk terapi istrinya yang mengidap penyakit langka 'syringomyelia', atau gangguan syaraf tulang belakang, dan tak bisa ditangani rumah sakit. Sang istri Fidelis sendiri kemudian meninggal dunia, karena tidak mendapatkan pengobatan.
Menyedihkan memang, ironis,. Namun, hal itu tidak membuat luntur semangat para ibu ini yang terus berjuang di jalur konstitusi dengan menggugat pasal dalam Undang-Undang Narkotika, yang melarang ganja sebagai obat medis.
Sidang gugatan sendiri di Mahkamah Konstusi, sudah berlangsung sebanyak 6 (enam) kali dan masih terlanjut. Semoga saja majelis hakim memutuskan yang terbaik. Bukan hanya Keynan, Musa tapi juga banyak anak atau orang dewasa bahkan yang tidak tertangani secara medis karena dibatasi undang-undang. Bisa karena ketidaktahuan, ketidakmampuan dan sebagainya sehingga mereka pasrah takdir dan ajal menjemput.
Salut dan rasa hormat buat Novi dan Dwi, dua ibu yang berjuang untuk buah hatinya. Gw sendiri pasti akan melakukan hal yang sama, bahkan lebih gila, bila itu terjadi ke anak gw. Rela tukar nyawa asal anak selamat.
Sidang di MK ini akan kembali digelar 12 Oktober 2021. Gw sendiri juga niat hadir dan menyaksikan sidang itu, sekaligus berjumpa dengan kedua ibu ini. Gw juga akan coba ikutin persidangannya hingga putusan akhir.
Memang pasti akan terjadi kontrovesi bila gugatan ini dikabulkan, terutama dari kalangan agamis. Gw tidak begitu banyak paham agama, tapi yang gw tahu Tuhan itu MAHA Pengasih lagi MAHA Penyayang. Yang bisa gw artikan, Tuhan juga memiliki diskresi atau kemudahan bagi ummat yang terdesak membutuhkannya. (Imam Nugroho/Bahan ABC Indonesia)

Comments
Post a Comment